Selasa, 29 April 2014

Cerpen : Ketika Calon Pengantin Patah Hati

Rara terdiam.
Lidahnya kelu. Dan hatinya tersayat pilu. Bagaimana tidak, baru saja kebahagiaan membelai lembut angannya. Kini dia sudah harus terjatuh lagi dalam lubang kesedihan.
Rara memang salah. Seharusnya Rara menelepon mama-nya karena harus pulang telat malam ini. Tapi Rara yakin mama tidak akan marah walaupun saat Rara mengabari akan pulang malam nada suara mama berubah menjadi jutek. Rara sangat mengenal mama-nya. Tentu saja, karena Rara adalah anak mama. 

Tapi bukan itu yang membuat Rara sedih malam ini. Bukan karena mama memarahinya. Karena mama memang tidak memarahi Rara. Mama mengenal Rara. Rara akan bercerita keesokan hari tentang apa saja yang telah dilaluinya. Alasan kenapa dirinya pulang terlambat. Rara tau, mama menaruh kepercayaan pada Rara. Itu sebabnya Rara tidak ingin menghancurkan kepercayaan mama. Walaupun Rara membohongi mama, Rara akan merasa sangat menyesal di dalam hatinya yang paling dalam.

Rara menangis, airmatanya jatuh lagi malam ini.
Di meja belajar Rara tersedu-sedu pelan. Rara menangis mengingat perkataan Biyan saat dirinya mengantar Rara pulang. "Aku kecewa sama kamu Ra. Kamu dengar sendiri mama kamu marah ke aku tadi gara-gara kamu pulang telat malam ini.Seharusnya kamu menelepon mama kamu..." Biyan menghisap rokoknya. 
"Aku sudah coba Biyan, tapi pulsa aku habis... aku juga sms mama tadi." Rara menjelaskan. Rara merasa bersalah tapi Rara yakin mama tidak semarah yang Biyan bayangkan.

"Aku kan udah bilang, telepon aja. Kamu tuh kenapa enggak mau dengar kata aku. Kamu mau melaga aku sama mama kamu. Begitu Ra?" Mata Rara berkaca-kaca. Rara sama sekali tidak pernah berfikir sejauh itu. Rara hanya merasa mengenal mama. Lagian Rara sudah mengirim pesan yang mengatakan saat itu Rara aman bersama Biyan. Calon suaminya sendiri.

The Big Cash Giveaway - $250 CPA

Cloud Pro Hosting


"Biyan, ini hanya masalah kecil. Besok juga mama udah lupa. Wajarlah kalau mama marah..." Kata-kata Rara terhenti. Rara tidak ingin beradu mulut dengan Biyan. Rara kenal Biyan. Biyan tidak suka di bantah saat dirinya sedang marah. Tidak perduli dia benar atau pun salah.

Biyan terlihat marah sekali pada Rara. Malam itu bulan dan bintang menghilang dari langit malam. Hanya ada awan kegelapan. "Atau... kita batalkan saja pernikahan kita ini Ra." Rara tersentak kaget. Ini bukan yang pertama kalinya Biyan mengatakan hal itu kepada Rara. "Apa maksudnya Biyan?" Airmata Rara hampir saja tertumpah. Suaranya memelan. Rara tidak ingin mama mendengarnya. Mama tau betapa bahagianya Rara yang akan dipinang oleh Biyan. Itu sebabnya mama ingin menjaga Rara sebelum menikah. 

Rara mengerti jika Biyan marah, Rara mengerti dengan keinginan mama. Akan tetapi, Rara sungguh tidak mengerti kenapa setiap kali Biyan marah. Biyan selalu ingin membatalkan pernikahannya dengan Rara. Apa yang sebenarnya Biyan fikirkan. Rara merasakan kesedihan. Apa Biyan sudah berubah? Apa Biyan tidak lagi menyukainya. Rara terdiam.

Kenapa? Kalau pun mama memarahimu. Anggap saja mama orangtua yang sedang memarahi anaknya sendiri. Kenapa harus mengatakan hal yang dapat melukai aku. Rara tidak ingin berkata-kata. Hatinya dipenuhi dengan pertanyaan. Kenapa Biyan? Kenapa selalu menyalahkan aku. Kenapa selalu berfikir kalau dirimu disalahkan oleh banyak orang karena aku? Padahal itu semua tidak ada.

Masa lalu yang sudah berlalu. Haruskah kita ingat lagi, saat kita merasa kecewa pada orang yang kita cintai. Atau kau tidak menginginkan aku lagi. Apa kau menyesal memilih aku menjadi calon pengantinmu? Kenapa Biyan?

Apa karena aku tidak memiliki apa-apa untuk kau banggakan sebagai calon pengantinmu.?
Aku tidak meminta hal yang memberatkanmu. Kenapa?
Aku merasa sangat patah hati malam ini.

Rara teringat kata terakhir Biyan. "Jangan pernah menghubungiku lagi. Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi."
Rara membeku. Apa Biyan tidak pernah memikirkan perasaan Rara. Rara berharap suatu hari nanti Biyan mengerti bahwa kata-kata itu membuat hati Rara sedih. Rara berharap suatu hari Biyan menyesal membuat Rara menangis. 

Airmata Rara menetes lagi malam ini. Rara sangat menyayangi Biyan. Rara tidak pernah ingin membuat Biyan berada dalam kesulitan dan merasa sulit karena kehadiran Rara. Rara menangis semakin deras. 
"Ya Allah, tenangkanlah hatiku. Apakah salah aku mencintainya? Apakah dia salah mencintai aku? Kumohon,... Kuatkanlah hatiku yang patah ini." 

Rara melihat photo Biyan dan Rara. 
Rara berharap menemukan jawaban dari rasa pilu yang menyayat hatinya. 

"Kuharap suatu hari nanti kau mengerti apa yang aku rasakan Biyan."

Malam ini... Hati Rara terasa sepi lagi. 
Rasa bahagia itu seperti menjauh dari hidupnya kini. 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komentar anda dan terima kasih